--
0


“Baik anak-anak, sekarang siapa yang bersedia menyampaikan pendapatnya terkait dengan masalah punahnya Dinosaurus dari permukaan bumi?”
“Saya Bu.” Jawab seorang anak laki-laki berkaca mata.
“Yang lain coba tenang dulu, baik silahkan Rico.”
“Din, coba lihat Rico maju. Ayo ntar kamu juga maju dong. Masa kalah ama Rico.” Nurul berbisik ke Dinda.
“Ogah ah, kamu aja yang maju. Hamba nggak minat.” Jawab Dinda dengan malas.

Tit..tits…tit…tit… bunyi sms masuk ke Hp Dinda.
“Din, xm ad something y mA rico??”
Dinda kaget membaca sms dari Rossa. Sejak sore Dinda asyik ber-sms ria dengan Rossa. Padahal awalnya mereka membahas pelajaran yang tidak mereka pahami. Ehh…. malah keterusan membahas yang lain. Sedikit lama dia membalas sms dari Rossa.
“what??? Da something ma Rico?? Yaa gk lh. Biasa j kali Ros. Mang da pa sich??” balas Dinda.
“yaa enGgak, habiz xm kya Gmn giTu xL0 mA riCo…”
“ku hanya kagum j kali ma Rico, Ros. Jarang2 kn krg ni da cwo yg bener2 niat sklah kyk Rico.”
*****
Masih pagi ketika Dinda sampai di sekolah. Siswa-siswa yang datang pun dapat dihitung jari. Sengaja Dinda tidak langsung menuju ke kelas, tapi pergi dulu ke Mushola yang terletak di sudut sekolah.
Sesampai di Mushola Dinda langsung membuka tas dan mengambil sebuah buku lantas membacanya, dalam keheningan dan kedamaian yang terpancar di Mushola. Tak lama kemudian, terdengar langkah kaki yang mendekat menuju Mushola. Dinda kaget dan langsung menoleh. Tambah kaget setelah tahu siapa yang datang.
“Rico. Dia pasti mau ke Mushola.” Batin Dinda dengan hati yang berdebar.
Memang bener Rico menuju ke Mushola. Tetapi dia tak langsung masuk ke dalam, melainkan pergi ke tempat wudhu.
“Rico pasti mau wudhu.” Batin Dinda sambil terus menatap apa yang dilhambakan Rico.
“Bener kan dia wudhu. Pasti dia mau sholat dech. Ya Allah taat sekali kepada-Mu.” Batin Dinda lagi.
Selesai wudhu Rico langsung menuju ke Mushola. Semakin dekat langkah Rico menuju Mushola, semakin tak karuan perasaan Dinda. Dadanya berdebar begitu hebat, antara gugup dan senang menjadi satu. Tak sedetikpun dia melepaskan pandangannya dari Rico.
Entah kenapa sosok Rico begitu sempurna di mata Dinda. Baginya Rico tak hanya berprestasi akademik di sekolah. Oh iya semenjak masuk jurusan yang dipilihnya, Rico selalu menjadi juara umum di tingkatnya. Tak hanya itu Rico juga pernah ditunjuk oleh sekolah untuk mewakili SMAnya mengikuti Olimpiade Astronomi di tingkat Kabupaten. Dan hasilnya sama seakli tidak mengecewakan, dia berhasil menyabet juara 2. Prestasi yang sangat membanggakan, begitu pikir Dinda. Selain unggul di bidang akademik, tunduk dan patuhnya terhadap Sang Pencipta begitu mengagumkan. Apalagi dia juga luas akan pengetahuan. Rico juga mempunyai hobi yang sama dengan Dinda, yaitu membaca. Tak jarang Dinda bertemu Rico di Perpus sekolah saat jam istirahat. Dan yang paling menggetarkan hati Dinda , Rico juga sangat patuh terhadap kedua orang tuanya. Itu hanyalah sedikit kelebihan yang dimiliki Rico sepengetahuan Dinda. Dinda bahkan yakin Rico masih mempunyai banyak kelebihan yang tidak dia ketahui.
“Eh ada Dinda. Sudah lama, Din??” sapa Rico sambil tersenyum memamerkan lesung pipinya.
“Hey.. Lumayan dari tadi sich.” Jawab Dinda dengan gugup sambil membalas senyum Rico.
“Bawa mukena nggak??”
“Bawa tu, ada apa?”
“Sholat Dhuha jamaah yuk?” ajaknya.
“Eh sholat Dhuha? Ehm ok, hamba wudhu dulu ya?” jawab Dinda masih gugup.
“Ya Allah dia mengajakku sholat jamaah. Berarti hamba akan jadi makmumnya.” Batin dinda sambil menuju ke tempat wudhu.
Selesai wudhu Dinda langsung kembali menuju Mushola, di mana Rico menunggunya untuk sholat jamaah. Terlihat Rico sedang membaca buku yang tadi dibacanya.
“Sepertinya bagus dech Din bukunya. Dapat dari mana? Dari Perpus ya?” Tanya Rico begitu dilihatnya Dinda telah kembali ke Mushola.
“Oh itu to, bukan dari Perpus kok. Itu hadiah dari kakakku. Emang bagus kok Ric isinya. Pinjam aja kalo mau. Lagian hamba juga sudah selesai baca kok.” Jawab Dinda sambil mengambil mukenanya di tas.
“Pintunya kok ditutup, Ric?” Tanya Dinda begitu tahu pintu Mushola ditutup oleh Rico.
“Yaa biar lebih khusyu’ aja sholatnya, Din hehehe” jawab Rico sambil tertawa.
“Ooo gitu..”
Begitulah mereka akhirnya sholat Dhuha jamaah. Mengharap keridhoan Illahi. Dalam do’anya terselip harapan Dinda, “ Ya Allah Ya Rabb… ijinkan hamba untuk selalu menjadi makmum sholatnya. Di masa mendatang, hingga maut yang menjemput kami.”
Pagi itu do’a Dinda berpilin menuju tempat-Nya melalui Mushola di sudut sekolah yang sepi, tetapi memancarkan kedamaian bagi setiap pengunjungnya.
*****
Dua hari setelah acara diesnatalis sekolah selesai, kegiatan KBM-kegiatan belajar mengajar- telah kembali seperti biasa. Dinda yang merasa ujian semakin dekat, menjadi lebih sering ke Perpus untuk meminjam buku-buku pelajaran yang dibutuhkannya. Semakin sering pergi ke Perpus berarti intensitas bertemu Rico juga semakin sering.
Tet…tet…tet… bel istirahat telah berbunyi.
“Ros, ke Perpus yuk? Cari buku tentang narkoba untuk referensi makalah kita.” Ajak Dinda ke Rossa.
“Tapi hamba laper nich, Din. Setelah dari Perpus ke Kantin dulu ya?” pinta Rossa.
“Iya.”
*****
“Din, udah ketemu nich bukunya. Coba dech sini lihat dulu.”
“Iya bentar dulu.”
“Sini lihat dulu. Kamu cari apa sich?”
“Iya-iya man…”
“Eh ada Rico. Pantesan Dinda dipanggil nggak cepetan datang, ternyata ada Rico nich hehehe.” Mulai dech sifat jahilnya Rossa.
“Hey.. Baru juga dating. Kalian cari apa?” Tanya Rico
“Ini cari referensi untuk makalah.” Jawab Rossa
“Oh ya Ric, tadi dicari Dinda hehehe.”
“Apa-apaan sich Ros?! Bohong tu Ric, nggak usah percaya omongannya Rossa dech.” Jawab Dinda berkilah.
“Udah dapatkan bukunya, ke kantin yuk? Katanya tadi lapar.” Ajak Dinda dengan terburu-buru.
“Ya udah kita duluan ya Ric.” Pamit Rossa ke Rico yang sedang mencari buku.
“Oke..!!” Balas Rico.
*****
“Eh Din, kenapa sich kamu nggak jadian aja ma Rico? Cocok tuch kalian. Sama-sama kutu bukunya,hehehe.” Goda Rossa sekeluarnya dari Perpus.
“Apa-apaan sich Ros? nggak usah mulai dech.”
“Ahh.. pake acara ngelak segala. Kalian tu cocok lho. Beneran dech. Oh ya kamu sebenarnya juga suka kan ma Rico. Nghamba aja. Hamba Bantu dech jadian ma Rico? Gimana?” tawar Rossa sok bijaksana.
“Udahlah Ros kita tu hanya temen.” jawab Dinda.
“Ihh tapi sepertinya Rico tu suka ma kamu.”
“Rico suka sama hamba? Jangan ngawur dech Ros!!” Dinda menatap Rossa tidak percaya.
“Iya. Selama ini hamba lihat Rico kalo ma kamu kelihatan akrab banget gitu.”
“Kita selama ini akrabkan karena kita sering ketemu di Perpus, jadi wajar dong. Lagian kan Rico anaknya juga care banget ma temen-temennya. Jadi nggak ada yang aneh tu. Kamunya aja yang lebay.”
“Ehh tunggu dulu dech Din. Kalo bener ya Rico tu care ma temen-temennya, tapi kok kalo ma hamba, Nurul, Risa, Febby dan yang laennya nggak gitu kok. Hanya ma kamu aja Rico seperti itu.” Bantah Rossa.
“Oh ya?”
*****
Allahu Akbar… Allahu Akbar…

“ Ya Allah Ya Rabb..
Ma’afkanlah hamba yang lemah ini, hamba begitu lemah ya Allah. Iman hamba masih begitu lemah. Tetapi hamba yakin ada hikamah yang ingin Engkau berikan kepada hamba.
Ya Allah Yang Maha Mengetahui…
Hamba tak pernah lelah berusaha untuk melupakannya. Sekuat hati, sekuat niat hamba, sebanyak do’a hamba. Bantu hamba Ya Rabb menghilangkan bayangannya yang menari-nari di pikiran hamba.
Ya Rabb..
Umat_Mu yang satu itu begitu istimewa bagi hamba. Meski dia tak bergelimang harta, meski dia tak sekeren temen-teman yang lain. Tetapi hamba jatuh cinta padanya, Ya Rabb…
Hamba mencintainya bukan hanya karena prestasinya, tapi hamba mencintainya juga karena tunduk dan patuhnya dia kepada-Mu. Hamba mencintainya karena budi pekertinya, hamba mencintainya karena kelembutan hatinya, hamba mencintainya karena sayang dan hormatnya dia kepada ayah dan ibunya.
Ya Allah…
Hamba ingin semuanya bahagia, terutama dia Ya Allah. Semoga ia bahagia selalu. Meski dia tak tahu akan perasaan ini tapi Engkau tahu Ya Allah. Terima kasih atas cinta-Mu Ya Allah. Tanpa seijin-Mu hamba tak akan pernah bias mencintainya. Sesungguhnya Engkaulah yang memiliki segalanya, termasuk perasaan kasih dan cinta. Engkau bisa dengan mudahnya membuang perasaan ini untuknya, tetapi Engkau belum membuangnya dari hati hamba. Semoga hamba bisa ikhlas.
Amin Ya Rabb….”
Setelah menyelesaikan kewajibannya sebagai seorang muslim, Dinda termenung di meja belajrnya. Dia teringat ucapan Rossa di sekolah tadi siang.
“Ros, kamu nggak tahu kalo sebenarnya hamba memang mencintainya. Hamba bahkan bangga karena telah mencintainya. Dia adalah panutan dan inspirasiku. Meski dia tak tahu apapun tentang perasaanku karena memang itulah yang hamba inginkan. Hamba nggak mau Ros, setelah dia tahu perasaanku dia menjauh dariku. Hamba nggak mau itu semua terjadi. Hamba hanya berharap dia selalu di dekatku, meski hanya sebagai teman.”
“Hamba ingin dia memberiku semangat ketika hamba sedang putus asa. Menghiburku ketika hamba menangis. Mengingatkanku ketika hamba mulai menjauh dari Tuhan. Memberikan jawaban atas semua pertanyaanku. Meski hanya sebagai teman, tapi mungkin ini yang ditakdirkan padhamba. Biarlah cinta yang kurasakan ini tetap terpendam di hatiku. Biarlah hamba seorang yang mengetahui ini semua. Hamba sudah bahagia karena cinta ini. Bahagia karena mencintainya, bahagia karena telah mengenalnya.” Batin Dinda dengan mata berkaca-kaca.

No Response to "Terpendam di Hati"

Posting Komentar